Pujangga jalanan,
Buluh perindu mu dendangan merdu.
Kais mu mentari dan bulan,
Tiada siapa yang sangka,
Bunga setinggi langit,
terkulai layu dan sendu,
Hanya terdengar sayup suaramu,
Aduh, dia jatuh, tahukah kamu pedihnya rindu?
Melangkah lah engkau duhai pujangga jalanan,
Lihatlah engau duhai pujangga pujaan,
Kerna tuhan anugerahkan mata untuk kita melihat,
Apa yang kau lihat adalah satu anugerahnya,
Bersyukurkah engkau akan ciptaanNya?
Pandang matanya rasa kah engkau debaran jiwa?
Rasa hatimu, adakah sekeping huji kau rasai?
Sekarang baru kau tahu pujangga sayangku,
alangkah deritanya dipanah rindu,
sepatutnya kau harus bangun, menjadi lelaki sejati,
bukannya menyepi menyeksa diri,
aku menyaksikan segala rindumu beku,
segala bukti kasih cinta mu
terhasillah hablur percintaan..
nostalgia kehidupanmu.
Kini kau telah diubati,
atas sendu nya air mata sang puteri,
wajahmu tidak setampan putera yang diidamkan,
milikmu tak sekaya Raja Melaka,
apa yang pasti, sekalung tahniah,
hati sang puteri dapat kau miliki,
biarpun seketika kau masih miliki sendunya.
Abadilah engkau pujangga kesayangan.
Gemersik suaramu sentiasa dalam kenangan.
Kisah hidupmu menjadi bacaan lambang cinta kebangaan.
Dedikasi buat Mi-Nuong(sang puteri terkulai layu) dan Truong-Chi (Pujangga bersuara merdu)
Diinspirasikan dari Kisah Dongeng Rakyat Vietnam, Hablur-hablur Percintaan.
0 comments:
Post a Comment